Thursday, February 22, 2007

Idolaku... (kisah perjalanan usaha)

Saya tidak pernah tahu pasti apakah beliau sempat menamatkan SD/SR atau tidak, yang jelas beliau adalah idolaku, cerita perjalanannya sewaktu muda ketika memulai usaha banyak berpengaruh terhadap kehidupan dan concern saya sampai sekarang. Memotivasi untuk pantang menyerah dijalur usaha (wirausaha), membuatku bangkit kembali ketika jatuh.

Ketika memutuskan untuk berkeluarga Beliau tidak mempunyai pekerjaan tetap ataupun jenis usaha yang mampu menopang kehidupan keluarganya, menjadi buruh di gudang kopra dengan upah kecil adalah pilihan terakhirnya, pada waktu itu mampu membeli beras saja alhamdulillah sekali karena seringnya mereka (suami istri) hanya makan ubi dan gula merah.

Beliau terus berpikir bagaimana caranya untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik, kalau melihat kehidupannya pada waktu itu sangat sulit untuk merubahnya, tanah untuk digarap menjadi ladang padi ataupun perkebunan tidak dipunyai karena kemiskinannya. Tapi dia tidak menyerah...

Dengan modal kepercayaan orang lain dia mencoba untuk mengumpulkan buah-buahan milik penduduk desa itu untuk kemudian dijual ke kota, dengan sistem bayar belakangan, alat transportasi yang ada pada waktu itu hanya melalui sungai dengan menggunakan sampan (perahu tanpa mesin) yang didayung selama kurang lebih 2 jam lebih. Sebelum sholat subuh beliau mengangkat buah2an ke sampan sedangkan istrinya menyeleksi buah yang matang dan siap dijual kemudian setelah sholat subuh perjalananpun dimulai, dengan mendayung sampan mereka sampai ke kota dan menjual buah2an tersebut. Perlahan-lahan orang kampung banyak yang menitipkan buah seperti sawo, manggis, kuini (sejenis mangga tapi aroma sangat wangi) untuk dijual di kota (Tembilahan). itu yang dilakukan setiap hari, kehidupan mulai sedikit ada perubahan...

Pada suatu saat dimusim buah kuini Beliau melakukan rute perjalan yang berbeda dengan seorang temannya karena dikota yang biasa sudah sangat banyak orang berjualan buah kuini, dengan mengharap peruntungan di daerah lain maka setelah seharian perjalan dengan sampan sewaan sampailah mereka ke tempat tujuan. Tapi alangkah terkejutnya mereka ternyata disana juga sudah banyak buah kuini... setelah 2 hari mereka disana kuini yang terjual sangat sedikit, bingung... pusing mikirin hutang dan bayar sewa sampan, takut kehilangan kepercayaan orang... apa yang mesti dilakukan... pikiran buntu. Akhirnya perjalanan dilanjutkan ke daerah lain lagi, sampai disana tambah pusing karena kuini makin matang, kuini harus segera dijual dengan harga berapapun kalau tidak mau rugi banyak karena busuk.

Akhirnya kuini dijual borongan dengan harga rendah, uang yang terkumpul tidak cukup untuk membayar hutang apalagi ditambah dengan uang sewa sampan. Temannya menyarankan agar uang tersebut dibelikan ikan asin yang kebetulan daerah tempat mereka terakhir berjualan banyak menghasilkan ikan asin. Tidak terpikir olehnya untuk menggunakan uang tersebut untuk membeli ikan asin, bayangannya kalau ikan asin tidak terjual atau rugi lagi dengan apa dia harus membayar hutang2nya, tapi temannya begitu yakin dengan sarannya tersebut walaupun sebenarnya dia tidak begitu mengerti dengan hitungan2 dagang. Bingung harus berbuat apa, akhirnya dengan pikiran kacau dibeli juga ikan asin dengan menggunakan uang yang ada...

Dalam perjalanan pulang mereka singgah ke daerah-daerah yang dilalui sambil menggelar dagangan ikan asin dengan meminjam timbangan ke pedagang setempat, tanpa diduga sebelumnya ternyata penggemar ikan asin lumayan banyak, sebelum sampai ke kampung (Pulau palas) ikan asin sudah terjual habis dan hasil yang di dapat cukup baik, hutang bisa dibayar, sewa sampan bisa dibayar dan bisa membayar upah temannya, masih ada sisa sedikit. Alhamdulillah...

Bermodal pengalaman tersebut beliau menekuni berjualan ikan asin, pada saat itu dia yakin tidak akan hidup miskin lagi tapi konsekwensi istri sering ditinggalkan... untuk mengisi kegiatan istrinya maka sebagian keuntungan ikan asin dibelikan sedikit barang kebutuhan sehari-hari untuk didagangkan di warung sembako, setiap ada keuntungan sebagian disisihkan untuk menambah barang di warung, lama kelamaan barang bertambah banyak dan warung makin rame sehingga istrinya sudah tidak sanggup menanganinya sendiri, dia memutuskan untuk meninggalkan usaha berdagang ikan asin keliling daerah, serius mengelola warung sembakonya dan agar lebih dekat dengan keluarga, di warung sembakonya sekarang beliau tetap menjual ikan asin, katanya untuk mengingatkannya pada awal-awal perjuangan usahanya.

Alhamdulillah sekarang cita-citanya sudah tercapai yaitu menunaikan ibadah haji, beliau pernah berkata:"cita-cita tertinggi orang kampung itu menunaikan ibadah haji, sekarang alhamdulillah sudah tercapai..."


* Cerita ini kupersembahkan untuk orangtua-ku tercinta...

No comments: